Pengakuan Dosa?


Sakramen rekonsiliasi, yang juga dikenal sebagai sakramen pengakuan dosa, adalah sakramen utama dalam Gereja Katolik. Dasar-dasarnya berakar pada ajaran Yesus Kristus dan kepercayaan serta tradisi Gereja Katolik.

Dasar utama dari sakramen rekonsiliasi adalah keyakinan bahwa semua manusia rentan terhadap dosa, dan bahwa dosa memisahkan kita dari Tuhan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa dosa merusak hubungan kita dengan Allah, meretakkan hubungan kita dengan orang lain, dan dengan diri kita sendiri. Sakramen rekonsiliasi dipandang sebagai cara untuk memulihkan hubungan tersebut dan untuk menerima pengampunan dan kasih karunia Tuhan.

Landasan lain dari sakramen ini adalah kepercayaan akan kekuatan pengampunan. Umat Katolik percaya bahwa pengampunan adalah aspek utama dari ajaran Yesus dan bahwa melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus memungkinkan manusia untuk menerima pengampunan atas dosa-dosa mereka. Sakramen rekonsiliasi dipandang sebagai cara untuk mengakses pengampunan tersebut dan untuk mengalami penyembuhan dan transformasi atau perubahan yang menyertainya.

Sakramen rekonsiliasi juga berakar pada tradisi penebusan dosa di depan umum. Dalam Gereja mula-mula, mereka yang telah melakukan dosa berat diharuskan untuk menjalani masa penebusan dosa di depan umum sebelum diterima kembali ke dalam komunitas Gereja. Seiring berjalannya waktu, praktik penebusan dosa di depan umum digantikan oleh sakramen rekonsiliasi yang bersifat pribadi, di mana orang yang bertobat mengakui dosa-dosanya kepada seorang imam secara pribadi dan menerima pengampunan dosa.

Gereja Katolik mengajarkan bahwa sakramen rekonsiliasi adalah aspek penting dalam kehidupan rohani dan sangat penting untuk pengampunan dosa-dosa berat. Sakramen ini dipandang sebagai cara untuk mengakui kesalahan kita, menerima belas kasihan Tuhan, dan bertumbuh dalam kasih karunia dan kekudusan.

Sakramen rekonsiliasi memiliki dasar dalam Kitab Suci. Landasan alkitabiah yang paling signifikan untuk sakramen ini ditemukan dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam Injil dan surat-surat para rasul.

Salah satu dasar utama dari sakramen adalah kuasa pengampunan. Yesus mengajarkan bahwa pengampunan adalah aspek utama pesan-Nya. Seluruh hidup Yesus menunjukkan karya pengampunan. Dalam Doa Bapa Kami (Mat 6:9-13 dan Luk 11:1-4), Yesus memerintahkan para pengikutnya untuk memohon pengampunan kepada Allah, dan Yesus juga menekankan pentingnya mengampuni orang lain untuk menerima pengampunan dari Allah.

Landasan alkitabiah lain dari sakramen ini adalah gagasan bahwa dosa merusak hubungan kita dengan Tuhan dan dengan sesama, dengan orang lain. Di seluruh Perjanjian Baru, ada banyak referensi tentang akibat buruk dari dosa dan perlunya pertobatan dan rekonsiliasi, dengan berdamai dengan Tuhan dan sesama. Sebagai contoh, dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, sang anak mengakui dosa-dosanya kepada ayahnya dan disambut kembali ke dalam keluarga. Kisah ini menggambarkan kekuatan pertobatan dan pengampunan dosa. Sang anak mengatakan bahwa dirinya telah berdosa terhadap surga (Allah) dan terhadap ayahnya. Si anak mengakukan dosanya kepada ayahnya, dan hidupnya dipulihkan dengan upacara perdamaian.

Salah satu dasar alkitabiah yang paling penting dari sakramen rekonsiliasi ditemukan dalam Injil Yohanes 20:22-23, di mana Yesus memberikan kepada para rasul-Nya kuasa untuk mengampuni dosa: Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus.

 23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada." Ayat ini menjadi dasar praktek Gereja Katolik akan kuasa imam untuk mengampuni dosa dalam sakramen rekonsiliasi. Yesus memberikan kuasa pengampunan dosa kepada para rasul, yang kemudian para rasul meneruskannya kepada para penerus mereka, yaitu para uskup dan imam Gereja Katolik.

Selain itu, ada banyak ayat-ayat di dalam Alkitab yang menekankan pentingnya mengakui dosa-dosa untuk mendapatkan pengampunan, seperti 1 Yohanes 1:9: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."

Jelas sekali sakramen rekonsiliasi didasarkan pada keyakinan bahwa dosa merusak hubungan kita dengan Tuhan dan dengan sesama, dan bahwa pengampunan sangat penting untuk penyembuhan dan pemulihan. Dasar-dasar alkitabiah dari sakramen ini menunjukkan bahwa mengakui dosa-dosa seseorang dan mencari pengampunan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari iman Kristen.

Sakramen rekonsiliasi juga memiliki landasan sosial dan psikologis. Dalam agama Katolik, sakramen pengakuan dosa menjadi salah satu dari tujuh sakramen, dan menjadi cara untuk memulihkan hubungan seseorang dengan Tuhan dan Gereja. Dengan mengakui dosa-dosa di depan seorang imam, kita mengakui kesalahan dan menyatakan penyesalan atas tindakan kita yang tidak sesuai dengan kehendak Allah sebagaimana diajarkan oleh Gereja Katolik. Imam, yang bertindak sebagai wakil Kristus, kemudian membebaskan kita dari dosa-dosa itu dengan kuasa yang diberikan oleh Tuhan melalui Gereja. Imam juga menawarkan bimbingan dan nasihat untuk membantu kita menghindari dosa di kemudian hari. 

Mengungkapkan pergumulan hidup kepada seorang imam dapat menjadi tempat memperoleh bimbingan dan dukungan ketika kita berusaha untuk memperdalam kehidupan rohani. Seorang imam biasanya terlatih dan berpengalaman dalam memberi nasihat dan cara praktis untuk menghindari godaan dan mengatasi kelemahan kita, serta bimbingan rohani untuk membantu kita memperdalam hubungan kita dengan Tuhan. Ada banyak kesaksian dari mereka yang telah mempraktikkan sakramen pengakuan di depan imam, yang menyatakan bahwa mengaku dosa kepada imam menjadi cara yang ampuh untuk mengalami kesembuhan baik kesembuhan jasmani maupun rohani, ditambah menerima bimbingan yang memperdalam hubungan spiritual dengan Tuhan.

Mengakui dosa-dosa di depan seorang imam juga menjadi bukti rasa pertanggungjawaban kita sebagai anggota Gereja Katolik serta menjadi sarana yang mendukung usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan kita dan untuk mengembangkan kehidupan rohani. Imam  akan menjaga kerahasiaan pengakuan dosa, sehingga kita merasa aman untuk mendiskusikan pergumulan kita dan menerima bimbingan tanpa takut dihakimi atau diadili. Mungkin mudah untuk meremehkan atau mengabaikan kesalahan kita sendiri ketika kita menyimpannya untuk diri kita sendiri, tetapi berbagi pergumulan kita dengan orang lain dapat menjadi kontrol bagi kita untuk tidak gampang mengabaikan dampak dari tindakan kita terhadap orang lain dan kesejahteraan spiritual kita sendiri. Hal ini dapat sangat membantu jika kita sedang berjuang untuk mengatasi dosa atau kebiasaan buruk tertentu.

Mengakui dosa-dosa secara langsung kepada Tuhan tentu saja harus, sangat baik, dan valid. Akan tetapi, sebagaimana misteri salib, aspek vertikal atau hubungan dengan Tuhan tidak pernah terpisah dengan aspek horisontal atau hubungan dengan sesama. Ketika kita dibaptis, kita menyatakan janji baptis kepada Tuhan di dalam Gereja. Kehadiran Tuhan ada di dalam Gereja yang terdiri dari kehadiran seluruh umat dan kehadiran imam. Ketika kita berdosa yang artinya kita melanggar janji baptis itu, maka kita telah melukai Tuhan dan juga melukai Gereja, melukai seluruh umat yang waktu itu menjadi saksi janji baptis kita. Oleh karena itu penyesalan dan pengakuan atas dosa-dosa, kita lakukan juga secara vertikal dan horisontal. Kita mengakui dan menyesali dosa-dosa itu di hadapan Tuhan,  dan sebagai tanda pengakuan dan penyesalan dosa itu kita mengakuinya di hadapan Gereja, kita menghadap seorang imam yang mewakili Gereja dan mewakili kehadiran Tuhan yang nyata di dalam Gereja. 

Mengakui dosa-dosa di depan seorang imam dapat memberikan rasa kedamaian dan kesembuhan. Tindakan mengakui dosa-dosa dan menerima pengampunan dapat memberikan rasa pembebasan dan pengampunan yang kuat, yang mungkin sulit dicapai melalui doa atau refleksi sendirian.

Kalau kita ke salon misalnya, pada umumnya kita mencari orang yang sekalian kita percaya untuk mengungkapkan pergumulan hidup, termasuk sisi-sisi gelap atau dosa kita. Lali sambil cukur rambut, ungkapkan semua itu kepada tukang cukur itu. Akhirnya rambut rapi dan hati menjadi lega. Lebih hebat dampaknya jika kita melakukan hal yang sama itu di dalam sakramen pengakuan. Sudahlah hati lega, ditambah mendapat pengampunan dari Tuhan. Pengampunan dari Tuhan itu tidak kita dapatkan dari tukang salon yang mencukur rambut kita.

No comments:

Post a Comment